Tulisan ini di buat pada 7 maret 2004, sebagai bahan paparan di diskusi
foto adalah usaha garment di jatibening dengan merek "smash"
- Usaha
kecil menegah
Di negara maju
seperti Jerman usaha kecil menengah merupakan patner utama pemerintah dalam
membangun dan kolompok UKM selalu dilibatkan dalam pembuatan kebijakan
kebijakan pemerintah agar selalu dapat menguntungkan dan memihak kolompok UKM,
dan terbukti di negara Jerman Export terbesar dan penopang tenaga kerja
disumbang oleh kelompok UKM bukan dari para perusahaan besar Jerman seperti BMW
atau Festo.
Usaha kecil menengah
termasuk koperasi karena mayoritas koperasi di Indonesia masuk kedalam kelompok
UKM, yang sebenarnya koperasi memiliki pontensi yang kuat dan besar seperti
dikatakan oleh Prof Dr Thoby Mutis pakar perkoperasi Indonesia Dikatakan, praktik koperasi konsumen di
Singapura, Jepang, Kanada, dan Finlandia, ternyata mampu menjadi pesaing
terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang coba masuk ke negara itu.
Seperti di
Singapura, ritel yang tengah merambah di Indonesia ternyata tidak bisa
berkembang. Langkah perusahaan ritel raksasa itu dihadang oleh koperasi yang
dikembangkan oleh masyarakat lokal (kompas 4 Agustus 2002)
Pengolongan usaha
kecil menengah ada beberapa versi,
- Kadin, perusahaan
kecil I dengan nilai pekerjaan sampai dengan 150 juta rupiah, kecil II
dengan nilai pekerjaan mulai 150 juta sampai 500 juta rupiah sedangkan
perusahaan menengah mempunyai kemampuan pekerjaan dengan nilai mulai 500
juta rupiah sampai dengan 2 miliar rupiah.
- Perbankan,
umumnya
usaha kecil dengan nilai pinjaman sampai dengan 250 juta rupiah sedang
pinjaman mulai 250 juta sampai 3 miliar adalah perusahaan menengah dan
diatas nilai tersebut adalah korporasi.
- Biro
pusat statistik,
menggabarkan usaha kecil adalah industri kecil atau perdagangan dengan
kelompok mikro berpegawai 1-4 dan kelompok kecil dengan pegawai antara 5
–19 orang.
2.
Beberapa fakta potensi UKM
yang terbuang
a.
Tabanan, Bali, daerah
perikanan. Setiap bulan rata-rata 200 ton ikan harus dijadikan tepung ikan.
(04/03/2004, Republika)
b.
Tanjung Balai, Sumut, daerah
perikanan. Ikan hasil tangkapan nelayan dijual murah ke negara tentangga
Malaysia karena mereka memiliki fasilitas pengolahan tepung ikan (yang
sebenarnya bukan berteknologi tinggi juga)
yang hasilnya kemudian dijual kembali ke Indonesia dangan harga tinggi
oleh para peternak.
c.
Para pengerajin di kabupaten
Gianyar, Bali sering kali kewalahan ketika mendapatkan order ukiran patung dari
mancanegara dengan skim L/C, sedang sistim pembayaran yang dapat mereka terima
adalah pembayaran dimuka atau adanya uang muka yang mana tidak lazim dalam
kegiatan ekpor impor (www.gianyar.go.id)
3.
Permasalahan UKM dalam
mengakses dana perbankan
Berdasarkan
data yang dikeluarkan Bank Indonesia, per tahun 2003, kredit UMKM yang
disalurkan perbankan baru mencapai 55 persen dari total pinjaman yang
dijanjikan sebesar Rp 42 triliun lebih. Dari data ini dapat disimpulkan
terdapat kendala penyerapan pinjaman disektor UKM dan usaha mikro yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Banyak usaha UKM tidak
mempunyai legalitas usaha yang lengkap, seperti Akte pendirian usaha, NPWP,
SIUP dan dokumen legal lain yang diperlukan dalam permohonan penyaluran dana
kepada pihak bank.
2.
Seringkali tidak mempunyai
jaminan atau jaminan tidak bankable, atau nilai jaminan kurang untuk mendanai
order atau pekerjaan.
3.
Sektor perbankan juga bukan
pihak yang bertanggung jawab untuk membuat usaha UKM dan usaha mikro dapat
menjadi bankable walaupun sudah ada komitmen penyaluran dana kepada UKM dan
usaha mikro
4.
Kurangnya pengetahuan UKM dan
usaha mikro terhadap sektor perbankan.
Sekitar
60% pengusaha industri kecil atau kurang lebih 9,6 juta orang berpendidikan SD,
kemudian pendidikan hingga SMTA, D1, dan D2 kurang lebih 38% atau 4,9 juta
orang, (03/03/2004, Kompas).
- Perbankan syariah di Indonesia
Laporan tahunan dari Bank Indonesia pada tahun 2002
bahwa pertumbuhan pembiayaan dari perbankan syariah sebesar 59%, hal ini
menunjukan bahwa tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan syariah
meningkat. Hal ini juga diungkapkan oleh Bank Indonesia bahwa meningkatnya
animo ini lebih dikarenakan sistim syariah
yang membuat pihak perbankan dan penguna jasa perbankan syariah
menguntungkan.
Sistim
perbankan syariah berkembang dengan pesat di banyak negara seperti eropa,
amerika, afrika dan asia, juga mengalami perkembangan yang cepat di Indonesia
bahkan perbankan asing seperti HSBC (HongKong Shanghai Banking Corporation)
membuka cabang di Indonesia dengan sistim syariah yang menunjukan potensi pasar
yang besar dan Bank Indonesia merasa perlu untuk membuka Direktorat perbankan
syariah dan membuat dana perbankan syariah yang dititipkan di BI dalam bentuk
Sertifikat Wadiah BI (SWBI), sehingga BI mengembangkan dua sistem yaitu sistem
perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.
Dengan
berkembangnya sistem perbankan syariah, aliran dana dari masyarakat dan
perbankan konvensional menjadi besar ke perbankan syariah (koran tempo, 13
desember 2003) terjadi kelebihan dana di system perbankan syariah, sedang
kemampuan bank syariah menyalurkan dana itu ke masyarakat terbatas, maka
keuntungan dari bagi hasil yang diterima nasabah diperkirakan akan menurunkan.
Namun jika hasilnya berkurang karena pasokan dana terlalu besar, otomatis
mekanisme sistem bagi hasil berkurang. Prinsip perbankan syariah adalah
penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang
disepakati bersama antara Bank dan Nasabah. Adapun
produk dari perbankan syariah pada umumnya adalah :
1.
mudharabah yaitu pembiayaan berdasarkan prisip bagi hasil,
2.
musyarakah pembiayaan berdasarkan prinsip usaha patungan,
3.
murabahah yaitu jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
4.
ijarah yaitu pembiayaan modal dengan prinsip sewa.
Pembiayaan
yang disalurkan perbankan syariah untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) mencapai 90 persen, sisanya untuk korporasi, berdasarkan data
Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo).
- Beberapa
hal penting yang perlu mendapatkan perhatian pada perbankan syariah di
Indoneisa antara lain:
- Kerangka
dan perangkat pengaturan perbankan syariah belum lengkap.
- Cakupan
pasar masih terbatas.
- Kurangnya
pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan jasa perbankan syariah.
- Institusi
pendukung yang belum lengkap dan efektif
- Efisiensi
operasional perbankan syariah yang masih belum optimal.
- Porsi
skim pembiayaan bagi hasil dalam transaksi bank syariah masih perlu
ditingkatkan.
- Kemampuan
untuk memenuhi standar keuangan syariah internasional.
- Perspektif
Mikro dan Makro
- Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati.
- Perbankan syariah dan usaha kecil menengah.
Pembiayaan yang
disalurkan perbankan syariah untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) mencapai 90 persen, sisanya untuk korporasi. Berdasarkan data
Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) per akhir Maret 2003, pembiayaan
untuk sektor UMKM mencapai 90 persen dari total pembiayaan perbankan syariah
sebesar Rp 3,66 triliun. Dari jumlah itu, pembiayaan untuk investasi murabaha
(jual beli) sebesar Rp 2,61 triliun, serta untuk investasi mudharabah (bagi hasil)
dan musyarakah (kongsi) sebesar Rp 604 miliar (kompas, 31 mei 2003).
Pada
usaha kecil dan menengah sistim bagi hasil atau kongsi pada umumnya lebih
mengena karena jaminan atas pinjaman seperti investasi murabaha banyak diminati
oleh UKM yang dikarenakan sektor ini memiliki pasar yang baik namun kesulitan
dalam hal jaminan dan modal dengan sistem ini modal kerja yang dibutuhkan dapat
terpenuhi dengan jaminan yang relatif kecil dan pengetahuan mengenai perbankan
konvensional jarang dimiliki oleh sektor UKM, Membiayai bisnis UMK juga sangat
aman karena jarang mengalami masalah atau macet. Hal itu terlihat dari rasio
pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) seluruh perbankan syariah
yang hanya 3,96 persen. Bahkan, sejumlah bank syariah sama sekali tidak
memiliki NPF.
- Flexibilitas bank syariah pada
UKM
- Konsep bank syariah adalah lebih
menekankan pada obyek usaha yang dibiayai. Idealnya bank syariah tidak
mensyaratkan agunan kepada pihak penerima pembiayaan. Dalam perbankan
syariah, tidak harus tidak ada jaminan, atau peminimalisasi jaminan
dimungkinkan.
- Secara umum
bank syariah lebih sering berhadapan dengan UKM dan usaha micro
tahu masalah mikro, lokasi usaha, dan watak debitornya.
- Kesimpulan
UKM
di Indonesia memainkan peranan
yang tidak kecil dalam
membangun perekonomian di Indonesia. Untuk masa mendatang,
kekuatan
ekonomi Indonesia masih akan bertumpu
pada 3 pilar yaitu ekonomi kerakyatan, berbasis pada otonomi daerah dan
pemberdayaan UKM. Meskipun diyakini UKM akan menjadi tulang punggung ekonomi ke
depan, namun bagi bank sebagai lembaga yang harus mengikuti aturan main dengan
ketat (the most regulated industry), peluang
pembiayaan kepada UKM tersebut
tidak begitu saja dapat dipenuhi dengan gampang karena mayoritas sektor ini
belum bankable .Menurut
catatan kementerian Koperasi dan UKM yang bekerjasama dengan BPS
tahun
2002, dari jumlah usaha di Indonesia, sebanyak 41,3 juta atau 99,85% didominasi oleh usaha kecil,
menengah sebanyak 61.052 atau 0,15% dan
usaha besar mencapai 2.198 atau 0,01%. Data tahun 2000 (BPS) terdapat
15
juta UMKM belum berbadan hukum di
Indonesia dan sekitar 12 juta UMKM
diantaranya belum memperoleh kredit dari bank.
Idealnya
bank syariah tidak mensyaratkan agunan. Konsep bank syariah adalah lebih
menekankan pada obyek usaha yang dibiayai. Jadi, idealnya bank syariah tidak
mensyaratkan agunan kepada pihak penerima pembiayaan. Dalam perbankan syariah,
tidak harus tidak ada jaminan. Yang lebih utama adalah kelayakan usaha atau
proyek tersebut, agunannya adalah obyek usaha itu sendiri,
Namun dilihat dari fakta bahwa UKM telah mengerakan
perekonomian Indonesia disaat yang berat dan tingkat keamanan dari pinjaman
terhadap UKM ternyata sangat baik, terlihat bahwa perbankan syariah terbiasa
dan cocok karena adanya skema bagi hasil dan pengambilan resiko bersama dan
peminimalisasi agunan di dalam memberikan pembiayaan kepada UKM, paham terhadap
risiko pembiayaan UKM dan menerapkan sistim pembiayaan yang diharapkan cocok
dengan UKM.