dibuat pada 29 oktober 2006
1. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang dapat
menentukan maju mundurnya suatu bangsa dan dalam pasal 31 UUD 1945 menyatakan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Secara politis saat ini
baik dari legislatif dan eksekutif mendukung pendidikan di Indonesia tergambar
dari perubahan pasal 31 UUD 45 dengan ketetapan bahwa negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang kurang nya 20% dari anggaran pendapatan dan
belanja negara (APBN) dan prosentase yang sama di mandatkan untuk di alokasikan
oleh setiap daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masing
masing kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan pembangunan
pendidikan di hadapkan pada berbagai masalah dan secara umum saat ini
pendidikan nasional di hadapkan pada beberapa persoalan mendasar (propenas
2000-2004) seperti;
a. Rendahnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan baik antara
wilayah, tingkat pendapatan penduduk, maupun antar gender
b. Rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, antara lain karena
kurikulum yang tidak terkait dengan kebutuhan lapangan kerja, rendahnya
kualitas dan kuantitas tenaga pengajar, serta terbatasnya sarana dan prasana
pendidikan.
c. Lemahnya managemen penyelengara pendidikan, baik di lembaga forma
maupun masyarakat
Dalam pembangunan pendidikan dasar peran dan tanggung jawab
pemerintah sangat besar, terlihat dari banyaknya sekolah dasar (SD), pada tahun
2000/2001 jumlah SD mencapai 148.964 buah dan 93% adalah berstatus SD negeri.
Sedang pada tahun yang sama jumlah guru SD (termasuk kepala sekolah) mencapai
25% dari total PNS di Indonesia yaitu sebanyak 1.128.475 orang.
Persoalan pada pendidikan dasar
juga muncul di tingkat daerah (pemda) karena pengelolaan pendidikan dasar
sebagian besar ada pada kewenangan pemda (kabupaten/kota). Hambatan antara lain
SDM pengeloaan pendidikan dasar yang di nilai belum sepenuhnya siap dan di
persulit oleh terbatasnya anggaran. Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi
daerah yang di mulai dari tahun 1999 belanja rutin pemerintah pusat untuk
sektor pendidikan adalah sebesar 3% dan mengalami kenaikan pada tahun anggaran
2006 ini di anggarkan sebesar sekitar 8%. Dari ABPN yaitu sekitar 36 triliun
rupiah.
Dalam banyak kasus seringkali di
temui alokasi dana APBD untuk pendidikan sebesar 20% atau lebih namun dari
proporsi ini seringkali di sebabkan oleh karena jumlah guru yang besar. Dan
untuk pendidikan dasar di karenakan jumlah sekolah yang sedemikian banyaknya
maka seringkali jumlah anggaran yang besar hanya di peruntukan perbaikan
bangunan agar tidak roboh.
Pendidikan dasar merupakan pondasi
bagi pendidikan, jika pendidikan dasar di lakukan dengan baik maka pendidikan
selanjutnya dapat dilakukan dengan kesinambungan. Hasil studi di 98 negara
menunjukan bahwa return of education investment untuk tingkat pendidikan dasar
menunjukan rate of return yang paling tinggi.
2. ALOKASI
APBN PADA BIDANG PENDIDIKAN
Pengalokasian APBN kepada bidang
pendidikan untuk belanja rutin dari tahun mengalami pasang surut dan cenderung
mengalami penurunan namun untuk belanja pembangunan mengalami kenaikan dari 4
triliun pada tahun 1999 naik sampai 15 triliun pada tahun 2003
1999/2000
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
|
Belanja Rutin
|
|||||
7.087
|
6.987
|
4.227
|
4.484
|
5.337
|
(milyar rp)
|
Belanja pembagunan
|
|||||
7.510
|
4.594
|
8.480
|
11.003
|
15.058
|
(milyar rp)
|
Sedangkan
anggaran pendidikan pada tahun 2005 mengalami kenaikan menjadi 26 trliun rupiah
setara dengan 1% dari PDB dan 12% dari APBN tahun 2005. Dari total anggaran
pendidikan pada tahun 2005 di alokasikan 11,9 triliun untuk pendidikan dasar
(termasuk APBN-P)
pada tahun
2006 di anggarkan sektor pendidikan mendapatkan 31 triyun hal ini tercermin
dari RAPBN RI 2006 dan dari jumlah tersebut setor pendidikan dasar mendapatkan
porsi terbesar yaitu 16 trilyun rupiah.
3. PENDIDIKAN
DASAR DI INDONESIA
Pendidikan dasar merupakan pondasi bagi
pendidikan, jika pendidikan dasar di lakukan dengan baik maka pendidikan
selanjutnya dapat dilakukan dengan kesinambungan. Hasil studi di 98 negara
menunjukan bahwa return of education investment untuk tingkat pendidikan dasar
menunjukan rate of return yang paling tinggi.
Pendidikan dasar di Indonesia
merupakan pendidikan 9 tahun yang sering di sebut dengan wajib belajar 9 tahun
terdiri dari sekolah dasar/ MI dilanjutkan dengan sekolah menengah pertama/MTs.
Tujuan dari pendidikan dasar adalah mengajarkan kecakapan dasar yang merupakan
penunjang utama pengajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya.
Ketersedian sarana dan prasarana
yang menjadi prasyarat penyelengaraan pendidikan yang baik menjadi terkendala,
apalagi setelah Indonesia
terkena krisis ekonomi yang menyebabkan kemampuan orang tua murid dalam
partisipasi pendidikan berkurang sehingga kecederungan kerusakan pada sarana
dan prasarana bertambah. Dapat di lihat dari tabel dibawah sebanyak 58,4% ruang
kelas SD dalam keadaan rusak.
permasalahan lainnya ada lah jumlah
tenaga pengajar, rendahnya kwalitas dan tidak meratanya ketesebaran tenga guru,
di perkirakan terdapat kekurangan guru kelas sebanyak 236.500 orang (Depdiknas
2003) dan jumlah ini terus meningkat karena banyaknya permintaan baru dari
daerah. Dan di perkirakan sejumlah 600.000 guru berpendidikan di bawah DII atau
di anggap tidak layak mengajar. Penyebaran guru juga amat tidak merata di Kalimantan jumlah guru amatlah minim seringkali 1 sekolah
hanya ada 3 guru sehingga adanya guru yang mengajar amat banyak rangkap mata
pelajaran.
Sarana lain seperti buku pelajaran
lebih parah lagi karena di perkirakan hanya 5% dari pendidikan dasar yang
memiliki perpustakaan. Dan sebagian besar hanya buku paket dan perlu di
perbaharui, belum lagi media pembelajaran lain seperti alat labolatorium dan
komputer hanya sekitar 3% yang memiliki dalam keadaan baik.
4. KEBIJAKAN
PUBLIK PENGALOKASIAN DANA PENDIDIKAN DASAR
Penyaluran anggaran pembangunan
pendidikan yang dilakukan oleh Ditjen Dikdasme Depdiknas di luar dana yang di
kelola sendiri ada empat jenis yaitu;
a. Model dekonsentrasi yang pengelolaan nya di percayakan kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah
b. Model desentralisasi bidang pendidikan ke tingkat kabupaten/kota
c. Model blok grant yang mana dana di kirimkan langsung ke sekolah
dengan koordinasi antara pusat, pemda tingkat 1 dan pemda tingkat 2 dengan
berkoordinasi dengan pihak pihak yang terkait seperti dewan pendidikan.
d. Model kontigensi, terutama di berikan ke daerah yang mengalami
konflik sosial.
Saat ini mekanisme pembiayaan
pendidikan dasar melalui APBN sebagian besar dilakukan dengan pola yang biasa
di sebut blok grant. Metode ini memberikan kepastian tentang waktu dan jumlah
dana yang akan di terima dan dari sisi pembelanjaan, pemda juga memiliki
keleluasaan dalam merencanakan anggaran sehingga dapat mengalokasikan sesuai
kebutuhan dan prioritas pembangunan di daerahnya.
Beberapa jenis Blok grant yang di berikan ke sekolah
dasar
untuk tahun
anggaran 2006
NO
|
JENIS
|
PER SEKOLAH
|
PROGRAM
|
1
|
Buku paket
|
20 juta – 50 juta
|
BOS regular/ BOS khusus
|
2
|
Buku life skill
|
20 juta
|
DAK bidang pendidikan
|
3
|
Buku referensi
|
30 juta
|
DAK bidang pendidikan
|
4
|
Alat peraga
|
20 juta
|
DAK bidang pendidikan
|
5
|
Alat pengolah data
|
15 juta
|
DAK bidang pendidikan
|
6
|
Furniture
|
10 juta
|
DAK bidang pendidikan
|
7
|
Renovasi
|
100 – 150 juta
|
DAK bidang pendidikan
|
8
|
operasional
|
400 rb – 5 jt
|
BOP
|
www.depdiknas.go.id
Kebijakan pemerintah untuk
memberikan bantuan ke sekolah melalui mekanisme bantuan langsung berupa dana ke
rekening sekolah. Pola ini dimaksudkan
agar sekolah dapat secara langsung membelanjakan dana tersebut di tambah
dengan peran serta swadaya masyarakat dan bantuan dari pemerintah daerah yang
bersangkutan baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Sehingga dengan dana
bersama antara pusat – daerah dan swadaya masyarakat akan dapat memberikan
stimulan yang baik untuk pertumbuhan pendidikan di Indonesia.
Tinjauan
positif
1.
tinjuan
kemajuan sarana pendidikan ; sekolah yang paling mengerti apa yang paling
urgent di butuhkan dan kebutuhan sekolah tidak sama dan memerlukan waktu untuk
identifikasi dengan dana langsung masuk ke rekening sekolah dapat menentukan prioritas sesuai dengan kebutuhan.
2.
tinjauan
perekonomian daerah ; dana DAK SD persekolah 220 juta dan BOS SD per sekolah 25
juta, mengharuskan pembelian melewati toko buku/koperasi setempat akan dapat
menghidupkan toko buku/koperasi di bidang perbukuan di daerah daerah. (Indonesia
memiliki 200 ribu SD).
3.
tinjauan
administrasi pengadaan negara ; jumlah per paket adalah di bawah 50 juta dapat
dilaksanakan dengan simpel memangkas proses tender yang lama dan kompleks.
Tinjauan
negatif
4.
tinjauan
kecepatan pelaksanaan ; pengalaman tahun 2005 dana bantuan langsung ini cair
setelah penerimaan murid baru sehingga tetap saja orang tua murid mendapat kan beban membeli buku
pokok secara komplit.
5.
tinjauan
teknis pelaksanaan ; campur tangan dari semua lini akan kepentingan bisnis yang
besar membuat tujuan yang mulia menjadi tidak sepenuhnya dapat terlaksana
dengan baik.
6.
pola
blok grant menyulitkan posisi kepala sekolah karena kalau di kumpulkan bantuan
blok grant yang bermacam macam di suatu tempat kadang kepala sekolah memegang
kendali atas dana yang sangat besar sehingga menimbulkan ke tidak harmonisan
hubungan internal sekolah.
7.
peraturan
pemerintah mengenai toko buku masih belum jelas/ abu abu sehingga banyak pihak
memanfaatkan.
8.
administrasi
pertanggung jawaban masih terlalu rumit dan menhabiskan waktu bagi sekolah.
SARAN