Minyak Goreng,
Pemerintah dapat mengkaji
kemungkinan penggunaan instrumen subsidi minyak goreng untuk menstabilkan harga
minyak goreng di pasar dalam negeri, instrumen subsidi merupakan salah satu
alternatif selain pengenaan tambahan tarif pungutan ekspor namun salah satu
kendala pemberian subsidi juga akan menambah beban APBN dan pola penganggaran
yang biasanya memakan waktu sehingga pada tahun 2007 baru akan bisa di
laksanakan pada APBN-P 2007 yaitu sekitar bulan september sampai desember 2007.
Pemerintah juga dapat mengenakan pola DMO (kewajiban memasok pasar lokal) kepada para produsen minyak goreng namun hasil nya sampai saat ini kurang maksimal selama ini yang berperan dominan dalam bisnis minyak kelapa sawit ini adalah sektor swasta. Di mana sektor swasta pemain minyak goreng juga memprotes karena pada saat harga minyak goreng jatuh pada tahun 1998 pemerintah tidak memberikan bantuan apapun. Sangatlah sulit untuk mengatur para pengusaha minyak goreng walaupun sudah di undang oleh Wakil Presiden RI.
Pemerintah juga dapat mengenakan pola DMO (kewajiban memasok pasar lokal) kepada para produsen minyak goreng namun hasil nya sampai saat ini kurang maksimal selama ini yang berperan dominan dalam bisnis minyak kelapa sawit ini adalah sektor swasta. Di mana sektor swasta pemain minyak goreng juga memprotes karena pada saat harga minyak goreng jatuh pada tahun 1998 pemerintah tidak memberikan bantuan apapun. Sangatlah sulit untuk mengatur para pengusaha minyak goreng walaupun sudah di undang oleh Wakil Presiden RI.
Berbeda dengan Malaysia yang mayoritas perkebunan dimiliki negara dan mereka bisa menjalankan subsidi langsung minyak goreng ke dalam negerinya tanpa harus melalui sistem anggaran negara.
Pemerintah juga menghadapi
kendala karena para pengusaha besar minyak goreng adalah asing dalam hal ini
adalah pengusaha dari Malaysia sehingga mereka bisa dan memiliki hak untuk
melakukan pengolahan hasil usaha perusahaan dengan banyak landasan hukum.
Karena beberapa perusahaan swasta nasional bidang sawit yang di beli oleh asing
pada saat krisis moneter lalu.
Salah satu pengusaha sawit
nasional adalah group salim yang di pasaran memiliki beberapa merk untuk minyak
goreng rumah tangga menjadi wakil tidak resmi dalam undangan dialog pemerintah
dengan swasta pengusaha minyak goreng. Kenaikan harga minyak goreng juga di
curigai memicu kenaikan harga harga harga bahan bahan pokok di berbagai daerah.
Kemajuan perkebunan kelapa sawit sesungguhnya berkat dorongan pemerintah dengan segala perangkat kebijakannya, mulai kemudahan lahan hingga pembiayaan yang disubsidi juga dengan adanya program plasma dan program kemitraan pada saat era orde baru. Saat ini, Indonesia jadi eksportir CPO terbesar kedua di dunia dengan pangsa 37 persen. Malaysia masih menguasai 42 persen pasar internasional.
Kelapa sawit adalah "komoditas emas". Dari sawit bisa dihasilkan puluhan produk turunan bernilai tinggi, baik pangan maupun nonpangan. Dibanding Malaysia, dalam hal sawit Indonesia memiliki sejumlah keunggulan komparatif. Pertama, Indonesia memiliki lahan dan tenaga kerja melimpah.
namun , keunggulan itu belum digali maksimal dengan menjadikannya komoditas primadona dalam menangguk devisa sehingga bisa menjadi solusi masalah pengangguran dan kemiskinan. Industri sawit tidak mengalami kemajuan berarti. Di tingkat petani rakyat, sawit berhenti sebagai aktivitas budi daya yang bernilai tambah kecil. Industri hilir yang mengolah sawit didominasi minyak goreng serta sedikit margarin, sabun, dan detergen. Sebagian besar kita mengekspornya dalam bentuk CPO yang value added-nya kecil.
Selain mengekspor CPO, Malaysia mengolahnya menjadi berbagai produk hilir bernilai tinggi. Dampak kekurangan pabrik pengolah sawit di Indonesia tidak hanya pada daya saing yang rendah untuk produksi dan ekspor CPO, tapi juga mengakibatkan berdirinya pabrik-pabrik pengolahan CPO tanpa memiliki lahan sawit. Ini membuat jumlah produksi minyak sawit, kualitas produksi, dan harga tidak mampu diprediksi serta dikontrol dengan baik.
Perkebunan sawit kita merefleksikan kepentingan korporasi perkebunan besar. Pola pengembangannya menganut pola perkebunan berstruktur integrasi vertikal, yaitu pemilik pabrik pengolahan juga memiliki lahan perkebunan. Di sektor hilir, industri olevin dan minyak goreng hanya dikuasai satu-dua perusahaan besar dengan penguasaan pangsa pasar yang besar pula. Pengaruh kuat dari sekelompok pengusaha yang memegang monopoli industri hulu kelapa sawit membuat industri hilir sawit tidak berkembang. Bagi pendatang baru, struktur monopolis ini sama artinya dengan entry barrier. Karakter monopoli ini tak hanya membuat perusahaan tidak efisien.
Saran;
- pemegang kekuasaan
harus segera memperbaiki mekanisme pengawasan implementasi kewajiban
memasok pasar domestik atau domestik market obligation (DMO) pada minyak
sawit mentah sehingga fluktuasi
harga minyak goreng curah domestik akan dapat lebih di kendalikan.
Mekanisme pengawasan lebih baik tidak di serahkan pada birokrasi yang ada
tapi pada lembaga yang lebih netral.
- kenaikan pajak eksport pada minyak goreng curah, CPO dan yang
sejenis
- pemberian
subsidi pada minyak goreng namun
dengan kendala ;
- siapa
yang akan menanggung selisih harga dari subsidi pada minyak goreng ini
yang kalau di bebankan pada APBN akan memakan waktu dan timing yang tidak
tepat sehingga kemungkinan dapat di manfaatkan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
- Siapa
yang berhak menerima subsidi ini dan bagaimana mekanisme dari pemberian
subsidi ini akan di lakukan biasanya akan menjadi rumit dan panjang.
- kombinasi
antara point 3 dan 4 yaitu pemerintah memberikan pajak eksport untuk
minyak goreng curah atau CPO atau produk sejenis di mana hasil dari pajak
ekport ini di pergunakan untuk subsidi minyak goreng di dalam negeri
- pemerintah membuat dan mendorong para usahawan di bidang kelapa sawit (tidak hanya pengusaha besar tapi UKKM) untuk meningkatkan industri turunan dari sawit sehingga Indonesia tidak lagi mengekpor bahan curah olahan hilir tetapi juga memiliki kemampuan pengolahan hulu dari sawit seperti sabun, kosmetik dan lainnya yang jelas memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian
ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk
membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak
manapun. Dalam hal inilah, petani
memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan ,petani adalah produsen
pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang
sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli
pangan. Petani harus memiliki kemampuan
untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri.
Salah satu penyebab
penurunan produksi pertanian antara lain karena tidak adanya rangsangan untuk
meningkatkan produksi, karena rendahnya harga. harga beras juga kedelai terus
tertekan amat rendah. (juga di sebabkan jumlah supplai yang bertambah karena
produksi dalam negeri juga di karekan oleh import hasil pertanian dari negara
lain, perlu di maklumi pada saat panen di Thailand mereka menjual hasil
kelebihan panen dengan harga sangat murah dan di beli oleh di Indonesia dan
biasanya saat barang datang juga saat panen sehingga menekan petani dalam
negeri)
Produk ekspor pangan
dari Indonesia juga mengalami tekanan di berbagai negara maju seperti Amerika
dan Eropa dengan adanya berbagai regulasi regulasi yang mereka buat hal ini
juga merupakan tekanan untuk produk pangan dari Indonesia.
Perlu pula kita cermati
dan pahami bahwa masyarakat kita akhir-akhir ini, dengan kecepatan pertumbuhan
ekonomi yang meningkat semakin banyak mengkonsumsi roti dan mie, yang bahan
bakunya gandum, bahan makanan yang belum dapat kita produksi sendiri.
Jenis-jenis makanan Eropa/Amerika berupa roti, hamburger, serta makanan Jepang,
kuat sekali merasuk ke masyarakat kita khususnya golongan berpenghasilan
menengah tinggi. Akibatnya, setiap tahun kita mengimport gandum dalam jumlah
yang cukup besar.
Sektor pertanian adalah sektor yang padat karya, angkatan kerja yang tersedia relatif banyak dan sebagian besar
angkatan kerja masih berpendidikan
menengah kebawah, jadi relevan dengan pekerjaan agraria dan kelautan, tentunya
melalui pelatihan ketrampilan agraria dan kelautan yang sesuai dan dengan biaya
yang tidak terlalu mahal, dibandingkan melakukan investasi berteknologi tinggi
dan mahal, tetapi tidak bisa menyerap
tenaga kerja Indonesia karena padat modal, atau karena kualitas SDM yang tidak
bisa menjangkau.
Kekurangan produk
pangan, sebaiknya ditanggulangi bukan dengan cara proteksi terhadap harga gabah
atau impor beras. Proteksi harga gabah yang dimaksudkan untuk melindungi petani
produsen ternyata dinikmati para tengkulak/pedagang pengecer karena sebagian
besar petani kita adalah petani gurem yang menggantungkan hidupnya pada kaum
tengkulak. Sementara itu, impor beras akan menyebabkan sektor pertanian kita
semakin tertekan karena proses birokrasi yang berbelit menyebabkan produk
import beras tersebut masuk ke pasaran pada saat para petani sedang panen.
Kondisi pertanian di
Indonesia lebih sering berbasiskan pada pemakaian anggaran sehingga komponen
import menjadi lebih menarik. Pasar pertanian lebih banyak tidak di proteksi
sehingga menjadi amat sangat rentan terhadap perubahan di luar.
Situasi baru baru ini
seperti adanya kekeringan di Australia dan New Zealand yang membuat
tersendatnya pengiriman bahan baku susu membuat kenaikan harga susu di dalam
negeri menjadikan kepanikan pada konsumen namun membuat para produsen lokal
kembali bergairah.
Produk pertanian segar
Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk diekspor ke negara-negara Eropa,
Amerika, Jepang dan Timur Tengah. Permintaan dari negara-negara tersebut
terhadap buah-buahan dan sayuran Indonesia seperti mangga, manggis, rambutan
dan produk-produk eksotik lainnya termasuk produk-produk hasil perikanan cukup
tinggi.
Untuk meningkatkan produktivitas dalam
jangka pendek, butuh intensifikasi penuh dengan menerapkan teknologi biokimia
dan mekanisasi pertanian. Padahal ditinjau dari skala ekonomi, tidaklah
menguntungkan jika menerapkan intensifikasi pada lahan-lahan sempit seperti
yang dimiliki umumnya petani kita tersebut. Bayangkan, untuk penggunaan traktor
baru menguntungkan untuk lahan di atas 5 ha, tentu akan menjadi tidak efisien
dan tidak layak secara ekonomi jika diterapkan pada suatu usahatani dengan luas
lahan kurang dari itu apalagi kalau luas lahannya 0,5 ha ke bawah.
Saran;
- Mencegah dan mengurangi laju konversi
lahan produktif
- Memanfaatkan dengan lebih optimal
berbagai bentuk sumberdaya lahan (lahan kering, lahan rawa, lahan pasang
surut) untuk kepentingan pemantapan produksi pangan dan peningkatan
pendapatan petani.
- Rantai
pendingin diperlukan untuk menjaga mutu dan keamanan pangan dari produk
segar Indonesia. Sudah sering
terjadi produk-produk pertanian kita ditolak di negara tujuan ekspor
karena tingginya kandungan bakteri pathogen atau pembusuk.; Pertumbuhan bakteri tersebut sebenarnya
bias dihambat dengan penyimpanan atau pengiriman produk pada suhu yang tepat.
Isu pentingnya rantai pendingin bukan hanya untuk produk yang diekspor
tapi juga untuk produk-produk yang dipasarkan di pasar domestic seperti di
supermarket dan pasar tradisional.
Adalah penting bagi supermarket maupun pasar tradisional mereka
menyediakan fasilitas rantai pendingin dengan suhu yang tepat sesuai
dengan karakteristik produk. Hal
ini penting sebagai upaya untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen yang
dapat membahayakan konsumen.
- Mempromosikan produksi dan konsumsi
aneka-ragam pangan berbasis sumberdaya lokal, baik yang berbasis tanah
maupun berbasis air (laut, danau, sungai), dengan menyertakan masyarakat
dan dunia usaha.
- Membuat dan membantu program
standarisasi hasil yang sesuai dengan aturan global pada produk pangan
seperti yang di lakukan oleh negara negara maju seperti Amerika dan Eropa
sehingga hasil pertanian menjadi terbiasa dengan standar yang ada dan pada
saat dapat di ekspor menjadi siap.
- Sebaiknya
pemerintah mensosialisasikan pangan tidak bergantung pada satu komoditi
beras, mengandung resiko bahwa kebutuhan pangan rumah tangga dan nasional.
ke depan sebaiknya perlu meningkatkan upaya pengembangan pangan alternatif
yang berbasis umbi-umbian , tanaman pohon (sagu), serta bahan pangan
berbasis biji-bijian seperti jagung yang dapat diproses menjadi tepung
yang bisa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai tambah
tinggi.
- Pemerintah sebaiknya mendorong skala
ekonomi (yg berkecukupan) produksi dari petani seperti yang di lakukan
dahulu terhadap program transmigrasi di mana petani menggarap lahan pertanian
sekitar 4 ha. Sehingga profesi pertanian menjadi profesi yang mengiurkan
secara ekonomi bagi kaum muda. Untuk lahan pengalaman saya pribadi
berkeliling daerah di Indonesia sebetul banyak sekali lahan yang kosong
seperti di Sumatra, Bangka Belitung, Kalimantan lahan lahan terlantar
tersebut hanya di tumbuhi oleh ilalang karena pohon pohon besar nya telah
di tebang oleh pengusaha HPH.